-->

Sekali Lagi soal Grand Desain Madura Pasca-Suramadu

PERTANYAAN yang selalu muncul di setiap diskusi dan seminar; sudah siapkah masyarakat Madura menyongsong Suramadu? Pertanyaan ini juga muncul kemarin saat Open Talk Grand Desain Madura Pasca-Suramadu di Kampus Unijoyo kemarin.

Meski sebenarnya sudah banyak rekomendasi konsep terkait pembangunan Madura ke depan dibuat. Begitu juga konsep pembangunan Madura yang integral telah disampaikan ke semua pihak, termasuk ke Pemprov Jatim. Tapi tak ada respons. Sementara pembangunan fisik Suramadu terus berjalan, ironisnya, konsep tata ruang, ekonomi, dan sosial-budaya belum pasti bentuknya.

Di diskusi kemarin, Akbar Tandjung yang menjadi pembicara menjabarkan pandangan dan strateginya untuk memanfaatkan jembatan Suramadu. Terutama kemajuan ekonomi Madura. “Pembangunan ekonomi tidak bisa terlepas dengan pembangunan politik,” kata mantan ketua DPR RI ini. Sebab, jembatan Suramadu merupakan hasil dari aspirasi politik sejak 1990, yang baru terealisasi di era reformasi oleh di kepemimpinan Presiden Megawati Sukarnoputri.

Menurut Akbar, kebebasan politik yang lahir sejak era reformasi merupakan instrumen yang paling menentukan keberhasilan ekonomi. Khususnya pelibatan masyarakat dalam berbagai kegiatan politik. Dari keterlibatan aktif masyarakat dalam organisasi politik, diharapkan bisa memilih pemimpin yang akan mendesain pembangunan di daerahnya.

“Dengan adanya proses demokratisasi, tentu akan menjadi kesempatan untuk mengapresiasi pandangan politik, sehingga berdampak pada pembangunan ekonomi,” terangnya. Selanjutnya, masyarakat dengan sendirinya akan terbiasa berpolitik sambil menjalankan aktivitas ekonominya.

Dia mengingatkan, semua pihak di Madura harus bisa memanfaatkan jembatan Suramadu untuk kebaikan. Sebab, kekayaan Jawa Timur juga banyak terdapat di Madura. Misalnya minyak dan gas. Jika warga Madura tidak bisa mengambil manfaatnya dengan cepat dan tanggap, potensi itu akan dimanfaatkan oleh warga dari luar pulau.

Dengan adanya Suramadu, mobilitas di Madura akan bertambah cepat dan banyak. Baik mobilitas penduduk, pelaku ekonomi, maupun barang dan jasa. Kebutuhan transportasi akan menjadi kebutuhan vital untuk pergerakannya.

Dilihat dari segi wilayah, kata Akbar, Madura memiliki banyak lahan yang bisa dimanfaatkan untuk terminal transpotasi laut dan zona ekonomi ekslusif untuk investasi. Seperti halnya Batam yang memanfaatkan kedekatannya dengan Singapura, Madura juga harus memanfaatkan kedekatannya dengan Surabaya. “Investor akan mencari tempat selain Surabaya yang sudah semakin sempit,” ujarnya.

Tidak kalah pentingnya, menurut dia, adalah membuat blue print yang terintegrasi antara Provinsi Jawa Timur dengan empat kabupaten di Madura. “Jelas dibutuhkan kesamaan visi maing- masing kepala daerah dan meninggalkan local centris-nya untuk kepentingan Madura,” ingatnya.

Begitu juga subjektifitas kabupaten, harus dihindari. Sebab, cepat atau lambat pembangunan di satu kabupaten terdekat (Bangkalan, Red) akan memengaruhi pembangunan di kabupaten lainnya. Setelah ada blue print, selanjutnya harus ada plan of action (rencana pelaksanaan) untuk menentukan prioritas.

Terkait dengan SDM yang akan menjadi pelaksana dari perencanaan tersebut, Akbar menyebutkan beberapa nama tokoh Madura yang cukup berhasil menjadi sentral di politik nasional. Diantaranya, Prof Mahfud MD, Didik J. Rahbini, dan Hartono. “Mereka harus diajak untuk kembali ke Madura dan memikirkan Madura,” tegas mantan aktivis HMI ini.

Selain mereka yang sudah berhasil di pusat, universitas yang ada di Madura harus benar-benar siap. Terutama untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja dengan kualifikasi yang tinggi pasca- Suramadu.

Akbar mencontohkan India sebagai bahan perbandingan. Di negeri yang tercatat banyak penduduknya itu, SDM-nya difokuskan pada satu bidang saja. Dalam 25 tahun terakhir, kemajuan ekonomi India dilatarbelakangi oleh penguasaan teknologi informasi (TI) SDM-nya. “Sekarang mereka tidak lagi resah dengan banyaknya penduduk. Mereka justru senang,” katanya.

Sebab, terangnya, dengan tingkat penduduk yang tinggi, India tidak perlu mengeluarkan banyak biaya untuk tenaga kerja. Banyak investasi di bidang TI berdampak pada hampir semua penduduk menguasai TI. “Gaji tenaga kerja di sana murah,” ungkap Akar.

Dia berharap, masyarakat Madura bisa belajar dari India untuk fokus pada satu bidang saja dalam rangka menarik investasi. Tapi, masuknya investasi itu sendiri masih membutuhkan kesiapan, terutama kesiapan masyarakat. Karena itu, harus ada pendekatan kepada pemuka-pemuka masyarakat. Selanjutnya, mereka yang harus menciptakan kondisi kondusif untuk mendapatkan kepercayaan dari investor.

Jika investor sudah masuk, dengan sendirinya masyarakat yang ada di sekitarnya akan merasakan manfaatnya. Sebab, setiap perusahaan wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungannya terhadap masyarakat yang ada di sekitarnya. “Itu akan menambah nilai masyarakat nantinya,” terang Akbar.

Sementara itu, tiga pembicara lainnya, Drs Ec Muh. Syarif MS, M. Tojjib, dan Ir A. Azis Jakfar MTi menjabarkan kendala- kendala yang dihadapi dalam perjalanan menggagas konsep pembanagunan terpadu Madura pasca-Suramadu. Diantaranya, masih kuatnya tarik menarik kepentingan antarkabupaten, dengan provinsi, ketidaksiapan SDM dalam hal mentalitas dan perilaku, dan ketakutan yang berlebihan terhadap dampak moral Suramadu. (*/mat)

JAWAPOS