-->

Merenungi Makna Maulid Nabi

Maulid Nabi Muhammad Saw. dijadikan hari besar di negara kita, yang berarti adalah hari libur nasional. Di tahun 2006 ini, tanggal 12 Rabiul Awal 1427 jatuh pada tanggal 11 April. Tapi atas kebijaksanaan pemerintah, libur nasional untuk memperingati kelahiran Nabi pembawa Risalah Islam ini dimajukan pada hari senin tanggal 10 April.

Berlaku sejak masa pemerintahan Megawati, hari libur yang jatuh pada hari Selasa di majukan ke hari Senin sedangkan hari libur yang jatuh pada hari Kamis diundurkan pada Jumat. Bahkan di bulan Maret lalu pemerintah mengadakan “libur massal” atau cuti bersama ketika Hari Raya Nyepi (tahun baru Saka 1928) jatuh pada Kamis (30 Maret 2006). Semuanya menikmatinya dengan senang hati, bisa berlibur keluar kota, menghabiskan waktu dengan keluarga, ataupun beristirahat.

Kebijaksanaan pemerintah ini lahir untuk menghilangkan “harpitnas” (Hari Kejepit Nasional) sehingga masyarakat mempunyai waktu lebih menghilangkan kesuntukan kerja dan menghibur diri.

Sebenarnya, tujuan dari libur hari besar keagamaan adalah agar penganut suatu agama dapat merayakan hari besar keagamaannya dengan tidak masuk kantor atau sekolah. Sedangkan bagi penganut agama lain bisa dikatakan sebagai wujud dari penghormataan atas keanekaragaman agama.

Bagi umat yang merayakan hari besar keagamaan, seperti Maulid Nabi Muhammad Saw. bagi umat Islam, libur nasional dimaksudkan agar mereka bisa merayakan hari kelahiran Nabi sekaligus bisa merenungkan kembali arti kehadirannya. Tapi apakah tujuan dari hari libur nasional tercapai dengan dimajukan atau dimundurkan guna ada waktu lebih untuk menghibur diri?

Marilah kita bertanya ulang akan tujuan dari hari libur nasional. Masih bermaknakah hari-hari besar keagamaan bagi kita atau ia kita jadikan waktu untuk melepaskan kepenatan kerja dengan menghibur diri?

Maulid Nabi kita rayakan tiap tahun. Kita secara rutin melaksanakannya, baik di masjid, sekolah, maupun perkantoran. Perayaan semacam ini menjadi tidak akan bermakna jika kita menganggap Maulid Nabi sebatas acara seremonial atau rutinitas belaka.

Inti dari perayaan Maulid Nabi bukan hanya kegembiraan atas kehadiran beliau dalam sejarah, tapi yang lebih penting dari semua itu adalah meneruskan perjuangan dan cita-cita beliau. Seperti pembelaan atas kaum lemah dan papa, pembebasan kaum tertindas, dan penegakan keadilan.

Maulid kita jadikan ajang introspeksi, bukan ajang menghibur diri. Kita introspeksi apa yang salah dengan sikap dan perilaku kita yang tidak sesuai dengan apa yang telah diajarkan Nabi Muhammad. Inilah makna hakiki dari Maulid Nabi Muhammad.

Dengan Maulid Nabi Muhammad kita telaah kembali cerita sukses dakwah beliau di di tengah masyarakat gurun pasir, kita cari faktor-faktor pendukungnya untuk kita ejawantahkan di era modern ini. Nabi Muhammad berhasil merubah budaya masyarakat Arab dari persaudaraan yang dibangun di atas prinsip kesukuan menjadi persaudaraan yang dibangun atas keimanan.

Sejak saat itulah, jazirah Arabia dilirik oleh kekuatan besar (Romawi dan Persia), bahkan setelah wafatnya Nabi, umat Islam berhasil mengalahkan dua emperium adidaya ini dan menjadi penguasa dunia serta menjadi pelopor kemajuan ilmu pengetahuan.

Mari kita jadikan Rabiul Awal dan Maulid Nabi Muhammad sebagai sarana untuk menanamkan pribadi Nabi Muhammad dalam diri kita. Kita contoh metode dakwah beliau agar mencapai kesusksesan yang gemilang. (CMM/ds)